Kamis, 21 Februari 2019

Mekanisme Reaksi Eliminasi Unimolekuler (E1)

Mekanisme E1

E1 menyatakan suatu reaksi eliminasi unimolekular, di mana laju reaksi = k [R-LG].
Ini menyatakan bahwa langkah penentuan laju reaksi tergantung pada dekomposisi spesies molekuler tunggal.

Secara keseluruhan, jalur ini adalah proses banyak langkah dengan dua langkah kritis berikut:


hilangnya gugs pergi menciptakan zat antara karbokation
hilangnya gugs pergi, LG, untuk menghasilkan intermediet karbokation, kemudian


basis menghapus proton beta, membentuk C = C
kehilangan proton, H +, dari karbokation untuk membentuk ikatan π
Mari kita lihat bagaimana berbagai komponen reaksi mempengaruhi jalur reaksi:

R-
Urutan reaktivitas: (CH3)3C-> (CH3)2CH-> CH3CH2-> CH3-
Dalam reaksi E1, langkah penentuan laju adalah hilangnya gugus pergi membentuk intermediet karbokation. Semakin stabil karbokationnya, semakin mudah terbentuk, dan semakin mempercepat reaksi E1. Terdapat beberapa anggapan bahwasanya sistem dengan karbokation yang kurang stabil akan bereaksi paling cepat, namun pada dasarnya turunan dari karbokationlah yang menentukan laju reaksi. Karena intermediet karbokation terbentuk selama E1, selalu ada kemungkinan penataan ulang (mis. 1,2-hidrida atau 1,2-alkil bergeser) untuk menghasilkan karbokation yang lebih stabil. Ini biasanya ditunjukkan oleh perubahan posisi alkena atau perubahan kerangka karbon produk bila dibandingkan dengan substart.


-LG
Satu-satunya peristiwa yang menandakan terjadinya reaksi E1 adalah pemutusan ikatan C-LG. Oleh karena itu, ada ketergantungan yang sangat kuat pada sifat gugus pergi, semakin baik gugus pergi, semakin cepat pula reaksi E1. Dalam reaksi alkohol yang dikatalisis oleh asam, -OH diprotonasi terlebih dahulu untuk memberikan ion oksonium, memberikan gugus pergi  yang lebih baik, molekul air (lihat skema di bawah).

B
Karena basa tidak terlibat dalam langkah penentuan laju, sifat basa tidak penting dalam reaksi E1. Namun, semakin reaktif basa, semakin besar kemungkinan reaksi E2 menjadi.

Selektivitas
Reaksi E1 akan lebih berjalan dengan baik apabila alkena yang menjadi produk utama lebih stabil: yaitu lebih tersubstitusi pada alkil dan trans-> cis-


Jalur mekanisme E1 ini paling umum:


  • Gugus pergi yang baik
  • karbokation yang stabil
  • basis yang lemah

Contoh khasnya adalah dehidrasi asam yang dikatalisisoleh alkohol 2o atau 3o.
  

MEKANISME E1 PADA ALKOHOL

Langkah 1:
Reaksi asam / basa. Protonasi oksigen yang beralkohol menhasilkan gugus pergi yang baik. Langkah ini sangat cepat dan dapat dibalik. Pasangan elektron bebas pada oksigen membuatnya menjadi basa Lewis. Mekanisme E1 untuk ROH

Langkah 2:
Pembelahan ikatan C-O memungkinkan hilangnya gugus pergi yang baik, molekul air yang netral, untuk memberikan intermediet karbokation. Ini adalah langkah penentuan laju (pemutusan ikatan merupakan reaksi  endotermik)

Langkah 3:
Reaksi asam / basa. Deprotonasi oleh suatu basa (molekul air) dari atom C yang berdekatan dengan pusat karbokation mengarah pada pembentukan C = C


MEKANISME E1 PADAALKIL HALIDA

Langkah 1:
Pembelahan ikatan C-X yang terpolarisasi memungkinkan hilangnya gugus pergi yang baik, ion halida, untuk intermediet karbokation. Ini adalah langkah penentuan laju (pemutusan ikatan adalah mekanisme E1 untuk RX)

Langkah 2:
Reaksi asam / basa. Deprotonasi oleh basa (di sini ion alkoksida) dari atom C yang berdekatan dengan pusat karbokation mengarah pada pembentukan C = C






Permasalahan :

  1. Apa perbedaan antara reaksi E1 dan E2?
  2. Hal apakah yang menyatakan bahwasanya reaksi E1 disebut reaksi eliminasi unimolekuler?
  3. Apakah mungkin pada reaksi eliminasi E1 dilakukan dalam pelarut non polar?

Sabtu, 16 Februari 2019

Mekanisme reaksi eliminasi E2

Mekanisme E2

E2 menggambarkan suatu reaksi  eliminasi  bimolekuler, dengan  laju = k [B] [R-LG], yang berarati penentuan laju reaksi melibatkan dua spesi yaitu Basis (B), dan substrat organik (R-LG)

Tahapan ini adalah proses terpadu dengan karakteristik sebagai berikut:
secara bersamaan H+ terlepas dari substrat dengan diikutinya hilangnya gugus pergi Secara bersamaan reaksi pelepasan proton (H+) oleh Basis, terjadi pula pelepasan gugus pergi dan meninggalkan substrat serta membentuk formasi ikatan π

Berikut adalah berbagai komponen reaksi yang mempengaruhi jalannya suatu reaksi:

Efek dari R-
Urutan reaktivitas: (CH3) 3C-> (CH3) 2CH-> CH3CH2-> CH3-

Pada reaksi E2, 2 atom karbon sp3 dirubah menjadi atom karbon sp2. Hal Ini menggerakkan substituen terlepas lebih jauh sehingga mengurangi interaksi sterik. Jadi sistem yang lebih tersubstitusi mengalami eliminasi E2 lebih cepat. Ini adalah tren reaktivitas yang sama seperti yang terlihat pada reaksi E1.

-LG
Ikatan C-LG terputus selama tahap pembentukan nilai, sehingga nilainya tergantung pada sifat gugus pergi.
Namun, jika gugus pergi terlalu baik, maka reaksi E1 dapat terjadi.

B
Karena basa terlibat dalam langkah penentuan laju, sifat basa sangat penting dalam reaksi E2.
Lebih banyak basa reaktif akan mendukung reaksi E2.

Stereokimia

Reaksi E2 terjadi paling cepat ketika ikatan H-C dan ikatan C-LG yang terlibat adalah co-planar, kebanyakan 180o atau antiperiplanar. Hal Ini mengatur ikatan s yang terputus pada posisi yang benar untuk menjadi ikatan p.

Selektivitas

Pengaturan antiperiplanar dalam reaksi E2
Hasil reaksi E2 dikendalikan oleh persyaratan stereokimia yang dijelaskan di atas. Di mana ada pilihan, alkena yang lebih stabil akan menjadi produk utama.

Jalur E2 paling umum dengan:

  • konsentrasi tinggi dari basa kuat
  • Gugus pergi yang lemah
  • R-LG yang tidak akan mempengaruhi kestabilan karbokation (ketika mekanisme E1 akan terjadi).

Contoh khas adalah dehidrohalogenasi alkil halida menggunakan KOtBu / tBuOH.

Permasalahan
Jelaskanlah perbedaan antara reaksi eliminasi dengan substitusi?
Mengapa pada reaksi E2 nukleofil yang digunakan adalah basa bukannya asam?
Mengapa Reaksi Eliminasi 2 (E2) laju reaksi alkil halida tersier lebih cepat dibandingkan yang lainnya?

Sabtu, 09 Februari 2019

Mekanisme Reaksi Subtitusi Nukelofilik SN1


Reaksi SN1
Pada bahasan sebelumnya telah kita pelajari mengenai reaksi antara alkil halida primer dengan suatu nukelofil yang disebut dengan reaksi subtitusi nukelofil bimolekular. Lalu pada pada reaksi SN1 ini terjadi reaksi antara alkil halida tersier dengan suatu nukelofil. Dalam bahasan kali ini agar lebih mudah dalam memahaminya maka akan digunakan contoh reaksi antara t-butil bromida dengan suatu nukelofil berbasa lemah yaitu H­2O dan CH3CH2OH maka akan menghasilkan produk berupa subtitusi sekaligus eliminasi. Kedua molekul tersebut juga berguna sebagai suatu pelarut oleh karena itu reaksi subtitusi ini disebut dengan reaksi solvolisis yang mana asal katanya dari solvent dan –lysis yang berarti penguraian oleh pelarut.
Kali ini akan dibahas lebih merinci mengenai produk subtitusinya. Alkil halida tersier mengalami reaksi SN1 yaitu reaksi subtitusi nukelofilik unimolekular. Pada reaksi ini enantiomer murni dari suatu alkil halida yang terdapat ikatan karbon C-X kiral mengalami reaksi S­N1 maka akan menghasilkan produk subtitusi rasemik yaitu produk yang bukan inversi, dan juga berbeda dengan reaksi SN2 yang mana laju reaksi sejalan dengan konsentrasi nukelofil pada reaksi SN1 pengaruh daripada konsentrasi itu sendiri sangat kecil.

Mekanisme SN1
Pada mekanisme reaksi SN1 terjadi reaksi antara molekul pelarut, molekul alkil halida (RX) beserta ion – ion yang terbentuk oleh karena ni reaksi ini disebut juga reaksi ion. Pada reaksi SN1 memiliki suatu tahapan – tahapan yang sangat kompleks dan perlu dilakukan sesuai dengan tahapannya.

Tahap 1 (pembentukan karbokation)
Pembentukan karbokation adalah hasil dari pematahan alkil halida menjadi sepasang ion positif (karbokation) dan ion negatif (ion halida). Pada tahapan ini melibatkan reaksi ion oleh karena itu diperlukan pelarut polar seperti H2O yang dapat menstabilkan ion, disini H2O juga berperan sebagai nukelofil karena telah dijelaskan pada bahasan reaksi SN2 sebelumnya bahwasanya pelarut polar juga memiliki pasangan elektron menyendiri yang nantinya akan membentuk ikatan sigma.

Tahap 2 (penyatuan karbokation dengan nukleofil (H2O))
Pada reaksi kali ini nukleofil yang digunakan yaitu H2O yang terdiri dari OH- dan H+  yang nantinya OH- akan mengikat karbokation dan membentuk alkohol bermuatan positif.

Tahap 3 (Pelepasan H+)

Ion H+ pada alkohol bermuatan positif itu akan terlepas guna mencapai kestabilan dalam suatu reaksi asam-basa yang cepat dan tidak dapat kembali dalam keadaan semula dengan pelarutnya.
Kesimpulannya dalan reaksi SN1 terjadi dua reaksi walaupun dalam tahapannya ada tiga. Reaksi pertama yaitu gabungan antara ionisasi alkil halida dengan subtitusi nukelofil H2O lalu reaksi kedua yaitu rekasi asam-basa, agar lebih jelasnya dapat dilihat seperti dibawah ini

Berikut adalah diagram energi dalam reaksi SN1

Sesuai dengan diagram energi diatas, pada tahap pembentukan karbokation memerlukan energi pengaktifan yang cukup besar, hal ini menyebabkan jalannya reaksi begitu lambat untuk pematahan alkil halida menjadi karbokation dan ion halida.
Karbokation atau bisa disebut dengan “zat-antara”, zat-antara ini sendiri adalah hasil dari reaksi lebih lanjut didalam struktur yang bereaksi. Berbeda dengan tahap transisi, zat-antara ini memiliki usia yang terhingga sedangkan tahap transisi tidak terhingga dan juga dalam tahap transisi mengalami dua tahapan sekaligus yaitu pematahan dan pembentukan ikatan baru yang disebabkan oleh melemahnya ikatan halida dengan alkil lalu halangan sterik yang kecil serta energi aktivasi yang dibutuhkan untuk bereaksi lebih kecil dari pada energi yang dibutuhkan untuk mencapai tahap transisi yang mengakibatkan pematahan dan pembentukan ikatan baru terjadi secara spontan, dan juga energi potensial pada tahap transisi merupakan titik puncak dalam suatu kurva energi potensial. Hal ini sangat berbeda dengan zat-antara yang mana merupakan suatu produk yang bersifat reaktif bukannya suatu tahapan. Pada zat-antara ini juga tidak terjadi pematahan dan pembentukan ikatan. Energi pada zat-antara pun lebih rendah daripada tahap transisi namun lebih besar dari pada produk akhir. Pada pembentukan karbokation sendiri pun seperti yang tertera dalam grafik membentuk suatu lembah sedangkan ketika karbokation sudah terbentuk akan membentuk suatu bukit yang artinya karbokation itu sendiri adalah spesi reaktif berenergi-tinggi. Pada tahap subtitusi karbokation dengan nukelofil membutuhkan energi pengaktifan yang rendah sehingga reaksi terjadi dengan cepat.

Permasalahan
1. Mengapa didalam reaksi SN1 laju reaksinya hanya menyertakan konsentrasi alkil halidanya saja?
2. Mengapa stabilitas kation metil dan karbokation primer kurang daripada karbokation skunder dan juga karbokation tersier?
3. Karbokation disebut juga dengan zat-antara lalu apa bedanya zat-antara dengan tahap transisi?

Senin, 04 Februari 2019

Mekanisme Reaksi Subtitusi Nukleofilik SN2


Reaksi subtitusi

Pada suatu alkail halida atom karbon sp3 terdapat muatan atom positif parsial yang mudah diserang oleh anion ataupun pasangan elektron yang menyendiri pada kulit terluarnya. Hal ini akan terjadi pergantian ion, atom atau gugus antara satu dengan yang lainnya, hal inilah yang disebut dengan reaksi subtitusi.

Berikut adalah contoh reaksi subtitusi alkil halida


Halida akan mudah bergeser dari ikatannya dan pergi oleh karena itu halida disebut gugus pergi. Ion halida disebut gugus pergi yang baik kecuali flour dikarenakan ion – ion ini merupakan basa lemah berbeda dengan OH+ yang mana merupakan basa kuat.

Pada reaksi subtitusi alkil halida urutan gugus pergi yang paling baik yaitu dimulai dari iodida, Bromida, Klorida. Karena tingkat kebasaan Flourida lebih kuat dari pada unsur halida yang lainnya yang menyebabkan ikatan dengan atom karbon pun akan lebih kuat maka flourida disebut juga gugus pergi yang tidak baik.

Spesi yang menyerang alkil halida pada reaksi subtitusi disebut nukleofil (nukleofil artinya suka nukleo/positif) sering dilambangkan dengan Nu-. Pada reaksi di atas , OH- dan CH3O- adalah nukelofil. Pada umumnya nukelofil adalah spesi yang tertarik pada spesi positif, jadi nukleofil ini merupakan basa lewis yang mana bermuatan negatif atau disebut dengan anion namun beberapa molekul polar netral dapat bertindak sebagi nukelofilik dikarenakan pada molekul tersebut memiliki pasangan elektron tersendiri yang akan membentuk iktan sigma. Subtitusi yang dilakukan oleh nukelofil ini disebut sebagai subtitusi nukleofil.

Mekanisme reaksi SN2

Mekanisme reaksi adalah gambaran suatu proses dalam reaksi secara berurutan sesuai dengan tahapan –tahapan yang telah ditentukan secara terperinci. Mekanisme pun harus menjelaskan tentang fakta yang diketahui. Banyak dalam mekanisme reaksi menjelaskan tentang fakta dan telah disepakati oleh kebanyakan  pakar kimia, namun adapula beberapa reaksi lain yang bersifat dugaan. Syarat terjadinya suatu reaksi yaitu adanya tumbukan antar molekul sehingga mengandung cukup energi potensial agar nantinya terjadi pematahan suatu ikatan. Selain itu sifat khas masing – masing atom terhadap yang lainnya yang akan mempengaruhi terjadinya reaksi, terlebih dalam reaksi SN2.

Pada reaksi SN2 diatas nukleofil (HO) menabrak sisi belakang atom karbon tetrahedral yang mengikat halogen (Br) lalu akan terjadi dua peristiwa sekaligus yaitu pembentukan sebuah ikatan yang baru serta ikatan C-X mulai patah yang menyebabkan Br pergi meninggalkan alkil halida (guguspergi). Proses ini disebut proses setahap. Jika energi potensial yang dihasilkan tinggi maka akan mencapai suatu titik berdasarkan tingkat energinya akan membentuk suatu ikatan baru dan ikatan C-X akan mengalami pematahan. Di saat reaktan akan dirubah menjadi suatu produk maka akan melewati keadaan diantara suatu energi potensial yang tinggi dibandingkan dengan melewati suatu energi dari pereaksi ataupun produk itu sendiri, hal ini disebut dengan keadaan transisi atau kompleks teraktifkan. Dikarenakan keadaan ini melibatkan dua partikel yaitu nukleofil dengan gugus pergi halogen maka reaksi SN2 bersifat bimolekular


Keadaan transisi dalam suatu reaksi merupakan penataan energi dengan tingkat yang tinggi dan terjadi secara sekilas ketika reaktan dirubah menjadi produk, keadaan ini tidak dapat diisolasi dikarenakan keadaan transisi hanyalah sebuah penggambaran dari suatu molekul yang akan berubah. Pada tahapan ini disimbolkan dengan penggunaan tanda siku pada persamaan reaksinya untuk menunjkkan struktur sementara yang tidak dapat diisolasi.

Pada tahap transisi untuk reaksi SN2  akan terjadi pembentukan ulang ikatan dari ikatan yang berbeda yaitu nukleofil dan alkil halida yang mana atom karbon alkil halida sp3 akan berubah menjadi sp2 dan akhirnya berubah lagi kebentuk semula. Pada tahapan ini atom karbon memiliki tiga ikatan sp2 datar ditambah dua setengah ikatan yang menggunakan orbital p.


Pada saat nukleofil menyerang molekul alkil halida ketiga gugus yang sebelumnya mengarah atau condong pada suatu sisi akan berubah posisi menjadi rata dalam keadaan transisi kemudian berbalik arah ke sisi lainnya, jika kita analogikan hal ini sangat mirip ketika kita menggunakan seuah payung lalu payung tersebut terbuka kelewat batas dan menjengat kesisi lainnya, peristiwa ini disebut dengan inversi konfigurasi atau inversi walden. Inversi ini sendiri adalah sebuah reaksi enantiomer yang mana salah satu dari dua molekul merupakan bayangan cermin dari yang lainnya yang bersifat tidak identik.

Energi dalam reaksi SN2
Sudah barang tentu suatu reaksi memerlukan energi, pada reaksi SN2 untuk mencapai titik energi maksimum molekul akan membutuhkan energi potensial yang nantinya akan melewati penghalang energi. keadaan transisi berada pada saat titik energi mencapai titik maksimum dan tentunya tumbukan antara alkil halida dengan nukleofil membutuhkan sejumlah energi yang disebut dengan energi pengaktifan Eakt. Pada saat transisi molekul dapat menentukan untuk kembali menjadi reaktan atau berubah menjadi produk, namun jalan dengan hambatan paling kecil yaitu dengan menjadi suatu produk.

Laju reaksi SN2
Pada suatu reaksi molekul yang bereaksi pasti akan melewati keadaan transisi baik struktur maupun energi, besarnya energi tiap molekul pun berbeda – beda maka diperlukan waktu agar semua molekul dapat bereaksi. Hal ini akan menimbulkan adanya suatu laju reaksi yang mana waktu adalah salah satu syaratnya. Laju reaksi kimia itu sendiri adalah seberapa cepat suatu pereaksi akan bereaksi menjadi suatu produk. Variabel dalam laju reaksi yaitu konsentrasi pereaksi serta strukturnya. Konsentrasi suatu pereaksi apabila ditambahkan akan berpengaruh terhadap banyaknya tumbukan yang terjadi antar molekul yang mana hal ini akan mempercepat terjadinya laju reaksi oleh karena itu konsentrasi pereaksi berbanding lurus dengan laju reaksi itu sendiri. Apabila semua variabel selain konsentrasi dibuat tetap lalu konsentrasi dari pereaksi dilipat gandakan maka laju reaksinya pun akan berlipat ganda. Karena laju reaksi SN2 bergantung pada konsentrasi pereaksinya yaitu nukelofil dan alkil halida maka laju itu dinamakan orde kedua.


 Permasalahan
1. Mengapa nukelofil dapat tertarik pada spesi yang bermuatan positif, lalu apakah hanya dapat tertarik pada spesi bermuatan positif saja atau ada yang lain?
2. Jelaskanlah hal yang akan terjadi pada reaksi SN2 ketika nukeleofil menabrak suatu gugus alkil halida, lalu apakah akan terjadi hal yang sama untuk semua unsur halogen?
3. Bagaimanakah pereaksi dalam reaksi SN2 dapat mencapai titik energi tertinggi yang mana hal itu juga merupakan keadaan transisi, lalu apakah tidak menutup kemungkinan setelah mencapai keadaan transisi suatu pereaksi dapat kembali lagi menjadi reaktan?