Sabtu, 09 Maret 2019

Mekanisme reaksi bersaing SN2 dan E2

Pada  reaksi SN2 dan reaksi E2 terjadi pada pelarut non polar dengan nukelofil berupada basa lewis kuat seperti -OH, -OR, -CN, adanya kesamaan faktor terjadinya kedua reaksi tersebut maka timbul persaingan diantara keduanya, namun seperti pada pembehasan sebelumnya reaksi subtitusilah yang lebih dominan dari pada reaksi eliminasi begitu pula dalam bahasan kali ini reaksi SN2 lebih dominan daripada E2, hal ini dikarenakan suasana yang kurang basa, namun apabila suasana pada tingkat kebasaan yang tinggi maka akan lebih dominan terjadinya reaksi E2.
Jika Nukelofilnya menyerang atom karbon pusat maka akan terjadi reaksi SN2 namun apabila yang diserang atom hidrogen pada tangan yang terikat oleh atom karbon paling ujung (H-β) maka yang terjadi reaksi E2, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada reaksi dibawah ini:
Berikut adalah faktor yang mempengaruhi terjadi persaingan SN2 dan E2:
1.      Struktur Substrat (alkil halida)
a.       Apabila alkil halida yang digunakan berupa alkil halida primer maka akan lebih dominan terjadinya reaksi SN2 ketimbang E2, hal ini dikarenakan sterik pada alkil halida primer lebih rendah jadi akan lebih dominan reaksi SN2. Contoh:
Terjadinya persaingan itu sendiri tidak jauh kaitannya dengan sterik apabila didalam alkil halida primer memiliki subtituen pada karbon-β, maka nukelofil akan lebih dominan menyerang subtituen daripada karbon pusat (karbon-α), hal inilah yang menyebabkan terjadinya persaingan dan reaksi E1 akan lebih dominan terjadi.
b.      Apabila alkil halida yang digunakan berupa alkil halida skunder maka akan terbentuk produk substitusi dan eliminasi. Kuantitas daripada keduanya bergantung pada kekuatan basa dan banyaknya nukleofil. Kekuatan dan kuantitas basa, maka makin banyak pula produk eliminasi yang terbentuk. Seperti halnya asam asetat (pKa = 4,76) adalah asam yang lebih kuat ketimbang etanol (pKa = 15,9), maka ion yang terbentuk pada asam asetat tingkat kebasaannya akan lebih lemah daripada ion yang terbentuk pada etanol (etoksida). Pada basa yang lemah akan terbentuk reaksi subtitusi SN1 begitupula sebaliknya.
c.       Apabila alkil halida yang digunakan berupa alkil halida tersier maka reaksi eliminasi akan lebih dominan daripada reaksi substitusi, hal ini dikarenakan kereaktifan yang lebih dominan terjadi pada reaksi E2 hal itu disebabkan karena halngan sterik yang sangat kuat sehingga nukelofil akan lebih dominan menyerang subtituen pada karbon-β ketimbang atom karbon pusatnya (karbon-α). Contoh:
2.      Struktur Nukleofil
Banyaknya ion basa kuat (ters-butoksida) akan mempengaruhi banyaknya reaksi Eliminasi yang terjadi, dapat kita lihat pada reaksi berikut ini:
Pada reaksi dengan ion basa kuat (tersier) maka akan lebih dominan terbentuk produk eliminasi begitupula sebaliknya hal ini dikarenakan ketidakmampuan ion basa tersier dalam menarik hidrogen internal, dikarenakan pada ion basa tersier lebih cenderung menolak dikarenakan halangan steriknya yang besar ketimbang menarik.

3.      Temperatur
Semakin tinggi suhunya maka reaksi S2 mapun E2 akan lebh mudah terjadi, namun pada reaksi eliminasi laju raskinya akan lebih besar dikarenakan energi aktivasinya yang lebih tinggi, sehingga temperatur yang tinggi itulah yang memungkinkan molekul akan lebih dominan untuk mencapai kondisi transisi pada reaksi eliminasi.


Permasalahan
  1. Apa perbedaan antara reaksi SN2 dan E2?
  2. Bagaimana reaksi E2 dapat bersaing dengan SN2?
  3. Apakah mungkin pada reaksi SN2 dan E2 terjadi pada pelarut polar? Jika tidak maupun iya berikan alasannya!

Sabtu, 02 Maret 2019

Mekanisme reaksi bersaing SN1 dan E1

Reaksi SN1
Tahapan

  1. Proses ionisasi, pemisahan gugus pergi dari substart sehingga menghasilkan karbokation Guguspergi disebut senyawa antara, pada grafik energi sebagai titik tertinggi yang mampu bergerak maju menjadi produk ataupun berdegradasi menjadi substart.
  2. Penyerangan nukelofil, nukelofil menyerang karbokation sehingga terhibridisasi sp2 dan menghasilkan produk subtitusi
  3. Pelepasan proton


Reaksi E1
Tahapan

  1. Proses ionisasi, Proses ionisasi, pemisahan gugus pergi dari substart sehingga menghasilkan karbokation sama seperti SN1
  2. Proses deprotonasi, Pemberian proton kepada basa bronted lowry lemah serta pembentukan ikatan rangkap dua.

Pada kedua reaksi tersebut kecepatan reaksi ditentukan pada tahapan ionisasi yang membentuk karbokation yang lebih stabil, hal ini membutuhkan energi yang lebih sedikit, semakin stabil substartnya (alkil halida tersier) maka tolakan sterik yang ditimbulkan semakin besar yang menyebabkan karbokation dan gugus pergi terlepas.
Persaingan terjadi pada saat tahap kedua, Nukelofil yang merupakan basa bronsted lowry lemah dapat menyerang karbokation (reaksi SN1) atau justru mengalami deprotonasi dengan menerima proton dari atom H serta membentuk alkena (reaksi E1). Apabila reaksi dijalankan pada suhu yang tinggi maka reaksi E1 akan berjalan lebih dominan dari pada SN1 lalu yang kedua untuk nukelofil yang digunakan, pada reaksi E1 menggunakan basa bronsted loswry yang lebih lemah daripada SN1, dikarenakan pada reaksi E1 nukelofil nantinya akan mendapatkan donor proton dari atom H sedangkan pada reaksi SN1 akan langsung berikatan dan pada akhirnya akan melepaskan kelebihan proton. Lalu yang ketiga adalah struktur karbokation, semakin stabil karbokationnya atom H didalamnya akan lebih sukar untuk mendonorkan proton kepada nukleofil serta membentuk alkena ketimbang karbokation itu sendiri langsung berikatan dengan nukleofil.

Kesimpulannya reaksi SN1 Bereaksi lebih dominan dari pada reaksi E1 dikarenakan pada reaksi SN1 tidak memerlukan suhu yang relatif tinggi, bisa terjadi pada basa lemah dengan tingkat kelemahan apapun walupun pada tingkat kelemahan yang lebih rendah akan cenderung berlaku reaksi E1 namun pada keseluruhan reaksi SN1 lebih dominan, lalu ada struktur karbokation yang lebih cenderung untuk langsung berikatan dengan nukelofil, serta tahapan pada SN1 yang lebih cepat walaupun banyaknya tahapan lebih banyak pada reaksi SN1 namun pada tahapan akhir reaksi SN1 hanya melepaskan kelebihan proton saja sedangkan pada reaksi E1 melakukan deprotonasi.

Permasalahan

  1. Apa perbedaan reaksi SN1 dan E1?
  2. Mengapa lebih dominan terjadi reaksi SN1 dari pada E1?
  3. Apakah mungkin pada kedua reaksi tersebut dilakukan pada pelarut non polar? Berikan penjelasannya!